Padang – DPRD Sumatera Barat (Sumbar) menelusuri anggaran puluhan miliar rupiah yang digunakan untuk pengadaan cairan pembersih tangan (hand sanitizer). Dana pengadaan hand sanitizer sebesar Rp 49 miliar dicurigai diselewengkan.
Penelusuran itu bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait indikasi penyimpangan penggunaan anggaran penanganan COVID-19 yang jumlahnya mencapai Rp 150 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp 49 miliar digunakan untuk pengadaan hand sanitizer.
Menindaklanjuti temuan itu, DPRD Sumbar pun membentuk panitia khusus (pansus) COVID-19 pada 17 Februari 2021. Pansus COVID-19 juga telah melakukan pertemuan dengan Satgas Penanganan COVID-19 di Jakarta untuk melaporkan dugaan penyimpangan anggaran tersebut.
“Ada Rp 49 miliar yang dicurigai (lagi). Itu untuk keperluan pengadaan hand sanitizer,” kata Wakil Ketua Pansus COVID-19, Nofrizon, kepada wartawan, Selasa (23/2).
Selain itu, Pansus sudah memanggil sejumlah pihak, termasuk rekanan yang mendapat proyek pengadaan hand sanitizer. Nofrizon mengungkapkan pihak pemenang proyek ternyata bukan perusahaan yang bergerak di alat kesehatan.
“Yang menang pengusaha batik. Batik Tanah Liek, Batik Lumpo, itu yang menang. Itu ada di LHP BPK (Laporan Hasil Pemeriksaan BPK). Sudah kita panggil rekanan yang memenangkan pengadaan hand sanitizer ini. Lalu kita tanya, ternyata rekanan itu dapat proyek dari istri salah satu pejabat (Nofrizon menyebut nama salah satu OPD, red). Kita juga menemukan adanya indikasi pemberian fee proyek yang besarnya Rp 5 ribu per botol,” katanya.
Selain soal penggunaan anggaran, Pansus sesuai LHP BPK menyoroti tentang transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan.
“Di Satgas atau BNPB kita mendapat konfirmasi bahwa syarat pembayaran sebuah pengadaan, bayar 50 persen (dulu) dengan disaksikan BPKP dan diawasi langsung oleh KPK. Tapi di Sumbar hanya seperti beli cabe. Uang miliaran rupiah dipakai cash,” kata Nofrizon.