Site icon MediaBerita

Eropa ‘Terbelah’ Soal Vaksin AstraZeneca, RI Pilih ‘Berhati-hati’

London – Negara-negara di Eropa masih mencari klarifikasi lebih lanjut dari keamanan vaksin COVID-19 buatan Oxford-AstraZeneca, di tengah kritik atas keputusan mereka menangguhkan pemberian vaksin ini.

Prancis, Jerman, Spanyol dan Italia mengatakan mereka masih menunggu hasil investigasi dari Regulator Obat-obatan Uni Eropa terkait kasus pembekuan darah terhadap jumlah kecil penerima vaksin.

Namun, anggota Uni Eropa lainnya, termasuk Polandia dan Belgia, tetap melanjutkan pemberian vaksin AstraZeneca.

Badan Regulator Obat-obatan Eropa (EMA) akan mengumumkan hasil temuannya pada Kamis besok.

Selasa kemarin, EMA mengatakan masih “sangat yakin” akan nilai manfaat dari AstraZeneca. Kepala EMA, Emer Cooke menunjukkan bahwa kasus pembekuan darah yang disorot sejumlah negara merupakan jumlah yang umum dalam sebuah populasi.

“Saya ingin menekankan saat ini, tidak ada indikasi bahwa vaksin menyebabkan kondisi seperti itu,” katanya.

Dalam pernyataan bersama setelah itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, mengatakan bahwa tanggapan dari EMA “membesarkan hati”.

Sementara itu, para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan pada Selasa kemarin, tapi seorang juru bicara menekankan bahwa “tidak ada bukti” kasus pembekuan darah terkait dengan vaksin.

WHO mendorong negara-negara untuk tidak menghentikan vaksinasi mereka. Langkah penangguhan vaksin ini muncul di saat Eropa berjuang untuk mengendalikan kasus COVID-19 yang terus melonjak.

Di Inggris, lebih dari 11 orang telah menerima satu dosis vaksin AstraZeneca, dan tidak ada tanda-tanda kematian atau pembekuan darah.

Seperti apa langkah yang diambil negara-negara Eropa?

vaksin, vaksin covid-19, AstraZeneca

(EPA)

Sebanyak 13 negara Eropa menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca. Denmark menjadi yang pertama, diikuti Norwegia dan Islandia. Langkah ini kemudian diambil juga oleh Jerman, Prancis, Siprus, Spanyol, Latvia, dan Swedia.

Pada hari Senin, tiga negara besar Uni Eropa – Jerman, Prancis dan Italia – mengatakan mereka masih menunggu hasil investigasi dari EMA sebelum memutuskan apakah akan tetap menggunakan vaksin tersebut.

Mereka mengatakan, mengambil keputusan tersebut sebagai “langkah pencegahan”.

Keputusan penangguhan dibenarkan, tapi juga politis

AFP

Keputusan untuk menangguhkan vaksin AstraZeneca mendapat kritik dari sejumlah politikus dan dokter.

Seorang epidemiolog dari Jerman dan juru bicara kesehatan untuk partai sayap kiri-tengah Sosial Demokrat, mengatakan langkah penangguhan bisa dibenarkan, tapi juga bermakna politis.

“Saya bahkan sekarang akan divaksin AstraZeneca. Berdasarkan insiden yang kita tahu, vaksin jauh lebih lebih besar manfaatnya dibandingkan risikonya, khususnya pada kelompok manula,” katanya kepada Radio Deutschlandfunk.

Seorang juru bicara dari Free Democrats, kelompok oposisi Jerman, mengatakan keputusan itu telah membatalkan seluruh distribusi vaksin di negara itu. Sementara, ahli kesehatan dari German Greens, Janosch Dahmen mendesak pihak berwenang untuk melanjutkan pemberian vaksin.

Kepala bagian Vaksinasi Polandia, Michal Dworczyk, mengatakan negara-negara yang menghentikan sementara penggunaan vaksin “menyerah pada kepanikan yang dibuat media yang menduga-duga adanya komplikasi.”

EMA ‘sangat yakin’

Regulator obat-obatan Uni Eropa (EMA) mengatakan tetap “sangat yakin” atas manfaat vaksin Oxford-AstraZeneca melebihi risiko yang ditimbulkan.

Regulator itu kembali menekankan “tak ada indikasi” vaksin itu menyebabkan penggumpalan darah, setelah sejumlah negara besar Eropa menunda distribusi.

Kementerian Kesehatan Indonesia juga mengatakan menunda distribusi vaksin AstraZeneca demi prinsip kehati-hatian.

Kepala EMA, Emer Cooke, mengatakan badan itu tetap pada keputusan mereka menyepakati vaksin AstraZeneca.

Penyelidikan terkait kasus penggumpalan darah atas 37 orang masih berlangsung.

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mendesak semua negara untuk tidak menghentikan vaksinasi.

Pakar keamanan vaksin WHO juga bertemu Selasa (16/03) untuk mengkaji vaksin Oxford-AstraZeneca.

Prinsip kehati-hatian Indonesia

Penundaan yang dilakukan Indonesia dilakukan seiring peninjauan ulang terhadap kriteria penerima vaksin, kata Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19.

“Ini lebih pada kehati-hatian. Kami mengikuti arahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Siti dalam jumpa pers virtual, Selasa (16/03).

“BPOM dan ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) sedang melihat kembali apakah kriteria penerima vaksin yang sudah dikeluarkan untuk vaksin produksi Sinovac dan Bio Farma sama dengan kriteria untuk penerima AstraZeneca,” ujar Siti.

Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca sudah tiba di Indonesia pada 8 Maret lalu dan sisanya akan datang pada beberapa bulan ke depan.

Selama penundaan distribusi, Siti menyebut otoritas terkait juga akan mengecek kualitas dosis vaksin AstraZeneca yang sudah tiba.

“Dua atau tiga minggu lagi pengecekan kontrol dan pengepakan akan selesai. Dimungkinkan ada percepatan proses. Ini paralel dengan persiapan kemasan dan rekomendasi penggunaan lebih lanjut,” kata Siti.

Ilustrasi vaksin COVID-19 AstraZeneca di sebuah klinik farmasi di London, Inggris. Dipotret pada 4 Februari lalu. (Getty Images)

Dalam satu pekan terakhir, sejumlah negara di Eropa menunda pemberian vaksin AstraZeneca setelah muncul kasus pembekuan darah pada beberapa penerimanya di Eropa.

Meski begitu, Siti menyatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat untuk vaksin AstraZeneca.

Siti mengimbau masyarakat untuk tidak mencemaskan kasus pembekuan darah yang terjadi di Eropa. Kasus yang muncul, kata dia, jauh lebih sedikit ketimbang total orang yang sudah menerima vaksin AstraZeneca.

Siti juga merujuk Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, yang hari ini menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang menerima vaksin AstraZeneca.

Prayut sebenarnya dijadwalkan menerima vaksin itu pekan lalu, tapi agenda itu ditunda saat muncul kasus pembekuan darah di Eropa.

“Dari data yang ada, 17 juta orang sudah menerima vaksin ini sedangkan penggumpalan darah hanya 40 kasus. Jadi kasusnya sangat kecil dan tidak ada hubungannya dengan vaksin,” kata Siti.

“Kami imbau tidak perlu takut pada informasi penggumpalan daerah karena WHO sebut manfaatnya lebih besar daripada efek samping.”

“Vaksin ini sangat efektif bagi orang di atas 65 tahun dan terutama di kalangan orang yang memiliki komorbid (penyakit penyerta),” ujar Siti.

Dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Senin kemarin, Kepala BPOM, Penny Lukito, menyebut pihaknya masih terus berkomunikasi dengan WHO dan The Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE).

Penny berkata, nomor batch vaksin AstraZeneca yang diterima Indonesia berbeda dengan batch yang ditangguhkan sejumlah negara Eropa.

Walau begitu, Penny menyatakan penggunaan AstraZeneca di Indonesia untuk sementara tetap ditunda.

“Untuk kehati-hatian, kami masih komunikasi dengan WHO dan SAGE, kemudian hasil komunikasi tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh tim lintas sektor, tentunya dengan Kemenkes, untuk pengambilan keputusan penggunaan vaksin AstraZeneca dalam vaksinasi nasional,” kata Penny.

Pada 8 Maret lalu, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia.

Selanjutnya, merujuk keterangan Menteri Kesehatan, Budi Sadikin, akan datang pada 22 Maret, sebanyak 2.536.000 dosis dan 7.855.200 dosis pada 22 April.

Vaksin AstraZeneca gelombang pertama yang baru saja tiba memiliki umur simpan (shelf life) sampai akhir Mei mendatang.

Namun dengan rata-rata penyuntikan vaksin yang mencapai 250-350 ribu dosis per hari, Siti Nadia yakin vaksin AstraZeneca dapat disalurkan sebelum umur simpannya habis.

Perdana Menteri Thailand menerima suntikan vaksin AstraZeneca, Selasa (16/03). (Reuters)

Penerima pertama di ASEAN

Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, Selasa ini menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang menerima vaksin AstraZeneca.

Prayut sebenarnya dijadwalkan menerima vaksin itu Jumat pekan lalu, tapi ditunda setelah muncul kekhawatiran terkait efek samping berupa penggumpalan darah.

Sejumlah negara Eropa menunda distribusi vaksin AstraZeneca (Getty Images)

“Hari ini saya menggugah kepercayaan diri masyarakat,” kata Prayut sebelum menerima suntikan vaksin di Government House, Bangkok, seperti dilansir kantor berita Reuters.

Prayut akan berusia 67 tahun Maret ini. Dia mengaku tidak mengalami efek samping apapun sesaat setelah menerima suntikan vaksin.

Thailand berencana memproduksi sendiri vaksin AstraZeneca. Namun hasil produksi dalam negeri itu diprediksi belum akan tersedia hingga Juni mendatang.

Vaksin Oxford-AstraZeneca juga akan diproduksi secara lokal oleh Serum Institute of India. (Getty Images)

WHO sebelumnya mendesak negara-negara untuk tidak menghentikan vaksin COVID-19 di saat sejumlah negara anggota Uni Eropa (UE) tengah menangguhkan vaksin buatan AstraZeneca.

WHO menyebut tak ada bukti yang menghubungkan antara vaksin itu dengan pembekuan darah.

Negara-negara anggota UE, yaitu Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol bergabung dengan negara-negara lain untuk menghentikan sementara waktu pemberian vaksin AstraZeneca, sambil menunggu hasil pemeriksaan.

Ahli keamanan vaksin WHO mengadakan rapat Selasa, untuk membicarakan injeksi ini.

Badan Obat Eropa (EMA) akan menggelar rapat di hari yang sama dan akan membuat keputusan pada hari Kamis besok. Badan ini juga mengatakan vaksin harus terus digunakan.

Terdapat sejumlah kasus di Eropa terkait penggumpalan darah setelah vaksinasi dilakukan.

Namun, para ahli mengatakan kasus itu tidak lebih dari jumlah insiden pembekuan darah yang biasa dilaporkan pada umumnya.

Sekitar 17 juta orang di Uni Eropa dan Inggris telah menerima vaksin dosis pertama, dengan kurang dari 40 kasus pembekuan darah yang dilaporkan pekan lalu, kata AstraZeneca.

Langkah apa yang akan diambil?

Reuters

Menteri Kesehatan Jerman sebelumnya mengatakan akan menghentikan sementara vaksin Oxford-AstraZeneca secepatnya, atas rekomendasi dari otoritas vaksin negara, Paul Ehrlich Institute (PEI).

“Latar belakang dari keputusan ini berdasarkan laporan terbaru kasus trombosis vena cerebral, terhubung dengan vaksin AstraZeneca,” kata Menteri Kesehatan Jens Spahn.

“Mengingat kasus yang baru dilaporkan ini, Paul Ehrlich Institute hari ini kembali mengevaluasi situasi dan merekomendasikan penangguhan vaksin dan melakukan analisis lebih lanjut.”

Dia menambahkan, ini bukanlah “keputusan politik”. “Kita semua sangat menyadari konsekuensi dari keputusan ini, dan kami tidak mengambil keputusan ini dengan enteng,” tambahnya.

Tak lama setelah itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan negaranya telah menghentikan sementara waktu vaksin AstraZeneca sampai ada petunjuk dari EMA.

“Kami punya panduan yang sederhana, yaitu mendapatkan informasi secara ilmiah dan kompeten dari otoritas kesehatan dan melakukan ini sebagai bagian dari strategi Eropa,” katanya.

Badan Obat Italia memperpanjang larangan vaksin pada kelompok individu, juga menunggu keputusan dari EMA.

Menteri Kesehatan Spanyol, Carolina Daria mengatakan penggunaan vaksin ini akan ditangguhkan sedikitnya sampai dua minggu.

Penangguhan ini hanya terjadi beberapa hari setelah Belanda melakukan hal yang sama. Penangguhan AstraZeneca dilakukan paling tidak sampai 29 Maret mendatang.

Republik Irlandia, Portugal, Denmark, Norwegia, Bulgaria, Islandia dan Slovenia juga sementara waktu menghentikan penyuntikan vaksin. Hal serupa dilakukan oleh Kongo dan Indonesia.

Sejumlah negara Eropa, termasuk Austria juga menangguhkan penggunaan obat-obatan tertentu sebagai langkah pencegahan.

Namun, Belgia, Polandia, Ceko, dan Ukraina mengatakan mereka akan melanjutkan vaksin AstraZeneca.

Menteri Kesehatan Belgia, Frank Vandenbroucke mengatakan, dengan tingginya jumlah kasus COVID-19 saat ini, pihaknya tak punya kemampuan untuk menghentikan vaksinasi.

“Bagi kami, keseimbangannya adalah jelas dan bersih, ini adalah permainan berlomba dengan waktu,” katanya.

Thailand mengumumkan bahwa baru mulai menggunakan vaksin buatan AstraZeneca mulai Selasa ini, menyusul penundaan singkat karena ada persoalan keamanan.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan para ahli kesehatan telah meyakinkan dirinya bahwa semua vaksin bisa diberikan di negaranya, termasuk AstraZeneca yang diyakini aman.

Apa yang dikatakan WHO dan ahli kesehatan lainnya?

Juru bicara WHO, Christian Lindmeier mengatakan pihaknya sedang menyelidiki laporan-laporan dampak dari vaksin AstraZeneca.

“Secepatnya setelah WHO memperoleh seluruh pemahaman mengenai ini, temuan dan perubahan yang tidak mungkin terjadi pada rekomendasi terkini akan segera dikomunikasikan kepada publik,” katanya.

“Sampai hari ini, belum ada bukti bahwa insiden yang terjadi disebabkan oleh vaksin, dan ini penting bahwa kampanye untuk vaksinasi harus dilanjutkan, dengan begitu kita dapat menyelamatkan nyawa, dan mengurangi penyakit parah akibat virus tersebut.”

EMA – yang juga meninjau atas insiden pembekuan darah – mengatakan vaksin harus diberikan.

Regulator obat-obatan Inggris, juga mengatakan bukti “tidak menunjukkan” suntikan vaksin menyebabkan pembekuan, karena itu mereka mendorong orang-orang di Inggris untuk mendapatkan vaksin.

Professor Andrew Pollard, direktur grup vaksin Oxford yang mengembangkan AstraZeneca, mengatakan pada program BBC Today, ada “bukti yang sangat meyakinkan, bahwa tidak ada peningkatan dalam fenomena pembekuan darah di Inggris, di mana sebagian besar dosis vaksin telah diberikan di Eropa sejauh ini.”

Tindakan apa yang diambil pemerintah Belanda?

Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Belanda mengatakan mereka mengambil sikap berjaga-jaga menyusul laporan dari Denmark dan Norwegia tentang kemungkinan efek samping yang serius.

“Kami tidak bisa membiarkan keraguan tentang vaksin itu,” kata Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge.

“Kita harus memastikan semuanya benar, jadi bijaksana untuk berhenti sejenak sekarang.”

Bulgaria telah memberikan sekitar 300.000 dosis vaksin AstraZeneca. (Reuters)

Keputusan hari Minggu itu menyebabkan penundaan program vaksinasi Belanda.

Pemerintah Belanda telah memesan 12 juta dosis AstraZeneca di muka, dengan hampir 300.000 suntikan dijadwalkan dalam dua minggu ke depan.

Apa yang dikatakan AstraZeneca?

Dalam sebuah pernyataan, AstraZeneca mengatakan tidak ada bukti peningkatan risiko pembekuan akibat vaksin.

Dikatakan bahwa di seluruh Uni Eropa dan Inggris telah terjadi 15 peristiwa trombosis vena dalam (DVT) dan 22 peristiwa emboli paru di antara mereka yang divaksinasi.

“Sekitar 17 juta orang di UE dan Inggris sekarang telah menerima vaksin kami, dan jumlah kasus pembekuan darah yang dilaporkan dalam kelompok ini lebih rendah daripada ratusan kasus yang diperkirakan terjadi pada populasi umum,” kata Ann Taylor, kepala petugas medis perusahaan.

“Sifat pandemi telah menyebabkan peningkatan perhatian dalam kasus individu dan kami melampaui praktik standar untuk memantau keamanan obat-obatan berlisensi dalam melaporkan kejadian vaksin untuk memastikan keamanan publik.”

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan tidak ada alasan untuk menghentikan penggunaan vaksin virus corona buatan AstraZeneca.

Pernyataan WHO dikeluarkan tidak lama sesudah Bulgaria dan Thailand mengikuti langkah tiga negara Skandinavia untuk menghentikan sementara penggunaan AstraZeneca dalam program vaksinasi virus Corona.

Langkah itu ditempuh menyusul kematian sejumlah orang di Eropa akibat pembekuan darah, walau belum ada bukti sahih bahwa kematian dipicu vaksin tersebut.

Juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan vaksin AstraZeneca aman digunakan.

“Amatlah penting dipahami bahwa pihak berwenang di sejumlah negara itu mengatakan manfaatnya lebih besar dibandingkan risikonya, dan itu sangat penting. Sekarang, satu-satunya alasan penangguhan di sejumlah negara adalah karena mereka meneliti sinyal-sinyal keamanan itu.”

“AstraZeneca adalah vaksin yang unggul, sama seperti vaksin-vaksin lain yang sedang digunakan, dan seperti yang saya katakan, kami telah mengkaji data kematian, sejauh ini tidak ada kematian yang diakibatkan oleh vaksinasi,” tegasnya.

Denmark, Norwegia, dan Islandia menghentikan sementara pemberian vaksin AstraZeneca. (EPA)

Uni Eropa klaim tidak ada indikasi

Sebelumnya, Regulator Obat-obatan Uni Eropa (EMA) menyebut jumlah kasus pembekuan darah pada penerima vaksin Oxford-AstraZeneca tidak lebih tinggi dibandingkan kasus yang terjadi di populasi umum.

EMA mengeluarkan pernyataan tersebut setelah sejumlah negara seperti Denmark dan Norwegia menangguhkan pemberian vaksin itu kepada warga mereka.

Penangguhan itu diputuskan usai muncul laporan bahwa sejumlah orang mengalami pembekuan darah setelah menerima vaksin Oxford-AstraZeneca.

Ada juga laporan bahwa seorang laki-laki berusia 50 tahun yang baru menerima vaksin itu meninggal setelah mengalami deep vein thrombosis (DVT) atau penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam.

“Saat ini tidak ada indikasi bahwa vaksinasi menyebabkan kondisi itu, yang tidak terdaftar sebagai efek samping dari vaksin ini,” demikian pernyataan EMA, Kamis (11/03).

“Manfaat vaksin ini terus-menerus melebihi risikonya dan vaksin dapat terus diberikan di saat penyelidikan kasus penggumpalan daerah berlangsung,” tulis mereka.

Hingga saat ini disebut terjadi 30 kasus trombosis dari total lima juta orang di Eropa yang telah menerima vaksin itu.

AstraZeneca menyebut sudah meneliti keamanan obat secara ekstensif dalam tahap uji klinis.

“Regulator memiliki standar kemanjuran dan keamanan yang jelas serta ketat untuk persetujuan obat baru,” kata seorang juru bicara perusahaan bio farmasi itu.

Di Inggris, Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) menyatakan tidak ada bukti bahwa vaksin itu memicu persoalan. Mereka menyebut setiap orang harus tetap menjalani vaksinasi sesuai jadwal yang ditetapkan untuk setiap individu.

“Penggumpalan darah dapat terjadi secara alami dan tidak jarang. Lebih dari 11 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca sekarang telah diberikan di seluruh Inggris,” kata Phil Bryan, pimpinan bidang keamanan vaksin di MHRA.

Vaksin Oxford-AstraZeneca diproduksi secara lokal oleh Serum Institute of India. (Getty Images)

Keputusan menghentikan sementara pemberian vaksin AstraZeneca menjadi kemunduran dalam program vaksinasi di Eropa yang terhenti, antara lain karena penundaan pengiriman obat.

Namun, Kamis kemarin muncul perkembangan positif saat EMA menyetujui penggunaan vaksin dosis tunggal buatan Johnson & Johnson.

“Vaksin yang lebih aman dan efektif tersedia ke pasar,” kata Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen, dalam akun Twitter miliknya.

Namun beberapa laporan memperkirakan bahwa pengiriman vaksin Johnson & Johnson tidak akan bergulir hingga April mendatang.

Kamis kemarin, sebuah penelitian juga mengungkap bahwa vaksin yang diproduksi perusahaan Amerika Serikat, Novaxvac, 96% efektif dalam mencegah bentuk awal Covid-19 dan 86% efektif melawan mutasi terbarunya yang muncul pertama kali di Inggris.

Merujuk kantor berita AFP, Novavax berencana mengajukan persetujuan penggunaan vaksin mereka ke pemerintah Inggris selama kuartal kedua tahun 2021.

Negara mana yang tidak menggunakan vaksin AstraZeneca?

Denmark, Norwegia, dan Islandia untuk sementara menangguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca. Sementara itu, Italia dan Austria menghentikan pemberian jenis tertentu dari vaksin itu sebagai tindakan pencegahan.

Penangguhan di Italia dan Austria dilakukan terhadap sejumlah vaksin AstraZeneca yang berbeda.

Estonia, Latvia, Lituania, dan Luksemburg menangguhkan penggunaan kelompok vaksin yang sama dengan Austria.

Adapun Rumania menangguhkan penggunaan 4.200 dosis dari kelompok vaksin yang sama dengan Italia.

Dalam pernyataan sebelumnya, EMA menyebut keputusan Denmark merupakan pencegahan yang diambil saat penyelidikan atas laporan pembekuan darah berlangsung.

EMA menyatakan, penelitian itu juga mencakup satu kasus kematian seorang warga Denmark yang baru saja menerima vaksin AstraZeneca.

Otoritas Pengawas Obat Italia menyebut keputusan mereka adalah upaya pencegahan. Meski begitu, hingga kini mereka belum menemukan hubungan antara vaksin AstraZeneca dengan efek samping serius lainnya.

Dua warga Italia dilaporkan meninggal setelah menerima vaksin AstraZeneca.

Sumber yang tidak disebutkan namanya berkata kepada kantor berita Reuters bahwa kematian itulah yang mendorong penangguhan pemberian vaksin untuk sementara waktu. Regulator obat-obatan Uni Eropa (EMA) menyatakan tidak ada indikasi bahwa vaksin COVID-19 yang diproduksi Universitas Oxford dan AstraZeneca dapat meningkatkan risiko pembekuan darah.

Austria, sementara itu, mengambil keputusannya setelah seorang perempuan meninggal 10 hari setelah menerima vaksin AstraZeneca. Dia disebut meninggal karena “masalah pembekuan darah yang parah”.

Dosis vaksin yang diberikan Austria kepada masyarakatnya adalah bagian dari satu juta dosis AstraZeneca, yang diidentifikasi sebagai ABV5300. Jenis vaksin ini dikirim ke 17 negara Eropa.

Apa yang dipelajari orang Eropa dari satu tahun COVID-19?

EMA menyebut komite keamanannya sedang meninjau kasus kematian di Austria. Namun mereka menyebut bahwa “tidak ada indikasi bahwa vaksinasi adalah penyebab kematian itu”.

Tidak ada rincian kematian yang terjadi di Denmark, tapi pejabat kesehatan setempat menyebut bahwa mereka menghentikan penggunaan vaksin itu selama 14 hari ke depan.

Menteri Kesehatan Denmark, Magnus Heunicke, menyebut keputusan itu sebagai tindakan pencegahan.

Walau belum ada hubungan yang dipastikan antara vaksin AstraZeneca dan kematian tersebut, Henicke berkata mereka harus menanggapi kejadian itu tepat waktu dan secara berhati-hati, sampai kesimpulan nantinya dicapai.

Lembaga kesehatan masyarakat Norwegia menyatakan akan mengikuti langkah Denmark untuk menghentikan semua penggunaan vaksin sampai kasus Denmark diselidiki.

“Kami menunggu informasi lebih lanjut untuk melihat apakah ada kaitan antara vaksin dan kasus pembekuan darah ini,” kata Geir Bukholm, petinggi Institut Kesehatan Nasional Denmark.

Islandia juga menangguhkan penggunaan vaksin tersebut. Kepala ahli epidemiologi negara itu berkata kepada lembaga penyiaran publik, Ruv, tentang lebih baik berhati-hati daripada membuat kesalahan.

Di sisi lain, Prancis dan Jerman menyatakan akan terus menggunakan vaksin AstraZeneca. “Manfaatnya lebih tinggi daripada risikonya,” kata Menteri Kesehatan Prancis, Olivier Veran.

Seberapa signifikankah masalah kesehatan yang terjadi?

Analisis oleh Michelle Roberts, editor BBC untuk isu kesehatan

Para pejabat terkait mengatakan telah menerima laporan pembekuan darah yang fatal atau mengancam jiwa pada sejumlah kecil orang yang baru-baru ini menerima vaksin Oxford-AstraZeneca.

Kejadian itu mungkin terdengar mengkhawatirkan, tapi belum diketahui apakah ada hubungan antara kedua hal tersebut.

Investigasi lengkap terhadap kualitas vaksin itu kini sedang berlangsung. Namun klaim bahwa vaksin itu sama sekali cacat dianggap tidak mungkin dikeluarkan.

Secara keseluruhan, 30 kasus pembekuan daerah telah dilaporkan dari total lima juta orang yang menerima vaksin AstraZeneca di sejumlah negara Wilayah Ekonomi Eropa.

Setiap pengobatan yang disetujui, termasuk vaksin, membawa risiko efek samping bagi sebagian orang. Meski begitu, dampak yang muncul biasanya ringan.

Perlu juga dicatat bahwa pembekuan darah dapat terjadi secara alami dan kondisi itu kerap terjadi. Kondisi itu diyakini dialami sekitar satu dari setiap seribu orang di Inggris setiap tahun.

(nvc/nvc)

Exit mobile version