Site icon MediaBerita

Niat Bereskan Limbah Masa Lalu di Balik Satgas Penagih Utang BLBI

Jakarta – Pemerintah nampak serius ingin memburu aset terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang nilai utangnya hampir mencapai Rp 110 triliun. Keseriusan pemerintah ditandai dengan pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI.

Skandal BLBI belum bisa dituntaskan meski bantuannya telah diberikan sejak 2 dekade silam. Pemerintah menyebut skandal BLBI sebagai limbah masa lalu.

“Bagi generasi baru, bagi orang yang tidak mengikuti kasus ini sebagai kasus hukum atau sebagai penyelamatan ekonomi negara, ingin saya katakan bahwa kasus ini adalah limbah masa lalu ke sekarang,” ujar Mahfud dalam video yang diterima detikcom, Senin (12/4/2021).

BLBI sendiri muncul saat Indonesia dilanda krisis moneter pada 1998. Namun, pada 2004 muncul surat keterangan lunas.

Ini yang kemudian akan dilanjutkan pengusutannya. Pemerintah menegaskan tidak akan melindungi pihak manapun.

“Tahun 2004 itu harus diselesaikan, di situlah muncul jaminan-jaminan, muncul ada yang mendapat surat keterangan lunas itu 2004. Jadi ini sudah lama. Kami hanya bertugas meneruskan, tidak ada melindungi orang,” ucap Mahfud.

Jaminan transparansi penagihan utang BLBI ini juga disampaikan pemerintah. Bahkan, pemerintah mempersilakan semua pihak untuk mengawasi kerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dan BLBI.

Lebih lanjut, pemerintah menyebut utang BLBI masuk ranah perdata. Dari jumlah utang yang hampir mencapai Rp 110 triliun, yang realistis untuk bisa ditagih nampaknya masih dalam perhitungan.

“Kami menghitung Rp 109 triliun lebih, hampir Rp 110 (triliun). Jadi bukan hanya Rp 108 triliun. Dari itu, yang realistis untuk ditagih ini masih sangat perlu kehati-hatian,” sebut Mahfud.

Seperti diketahui, skandal BLBI sempat menjadi kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun pada akhirnya, ‘kaset kusut’ ini tidak bisa diurai, hingga akhirnya KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim.

Exit mobile version