Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai menggunakan vaksin Astrazeneca bagi warga yang akan divaksin atau mendapatkan dosis pertama pada vaksinasi.
Sebelumnya, vaksin Astrazeneca sudah dipakai dalam beberapa minggu terakhir untuk jajaran TNI/Polri di Jakarta.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, mengungkapkan, DKI Jakarta akan menerima sebanyak 1,5 juta dosis vaksin Astrazeneca dari Kementerian Kesehatan. Saat ini, sebanyak 500.000 dosis vaksin Astrazeneca sudah diterima oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Mulai 5 Mei, seluruh pelayanan vaksinasi Covid-19 yang dibiayai pemerintah di fasilitas kesehatan di DKI Jakarta, seperti puskesmas, rumah sakit, klinik, sentra vaksin dan di luar gedung puskesmas menggunakan vaksin Astrazeneca untuk pemberian dosis pertama. Vaksin Astrazeneca ini diberikan sebanyak dua dosis dengan interval 12 minggu,” kata Widyastuti pada Media Update Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Jakarta, Rabu (5/5/2021).
Untuk sasaran pemberian vaksin Astrazeneca masih sama sesuai tahapan, yaitu untuk kelompok lansia, pelayan publik, dan warga usia 18 tahun ke atas yang berada di RW padat penduduk sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 90 Tahun 2018 tentang Peningkatan Kualitas Pemukiman dalam Rangka Penataan Kawasan Pemukiman Terpadu, daerah yang terdapat atau berpotensi terjadinya kasus Covid-19 dengan variant of concern (VOC), dan daerah zonasi paling berisiko pada PPKM mikro.
Tetap
Lebih lanjut Widyastuti menjelaskan, jika ada warga yang dosis pertama menggunakan vaksin Sinovac, maka dosis kedua tetap menggunakan Sinovac, karena telah dilakukan penghitungan dan dosis vaksinnya pun telah disediakan.
“Namun, untuk warga yang baru mendapat dosis pertama per hari ini, maka akan diberikan Astrazeneca,” imbuhnya.
Widyastuti menambahkan, Pemprov DKI Jakarta juga melakukan percepatan vaksinasi Covid-19 dengan menjangkau pemukiman padat penduduk sebanyak 445 RW se-DKI Jakarta.
“Percepatan terus dilakukan. Saat ini, kapasitas suntik vaksin dosis pertama pun sudah sampai sekitar 76.000 per hari, karena banyaknya kolaborator yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan kami juga sudah memberikan pelatihan kepada lebih dari 10.000 vaksinator. Kita mampu karena sentra vaksin kita banyak, ada yang di mal, pasar, hingga Kecamatan. Namun, perlu diingat, meskipun sudah divaksin, tetap terapkan 5M,” papar Widyastuti dikutip dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
Terkait keamanan penggunaan vaksin Astrazeneca, Plt Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine, menjelaskan, vaksin tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) emergency use listing (EUL), persetujuan penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adapun efektivitas vaksin sampai 77,2 persen setelah pemberian dua dosis.
“Indonesia termasuk salah satu dari 92 negara yang eligible mendapatkan dukungan vaksin Covid-19 dari Covax Facility sebesar 20 persen dari total populasi penduduk. Pada kuartal 1 tahun 2021, Indonesia akan mendapatkan bantuan sebanyak 11,7 juta dosis vaksin Astrazeneca. Di Indonesia, sebanyak 1 juta dosis Astrazeneca sudah digunakan,” jelasnya.
Tidak Ada Perbedaan
Prima juga menyebut, tidak ada perbedaan dalam proses screening kesehatan saat pelaksanaan vaksinasi, baik itu jenis vaksin Sinovac maupun Astrazeneca.
“Kami akan membekali dengan obat jika dibutuhkan yang mana keesokan harinya kondisi tubuh setelah divaksin Astrazeneca biasanya sudah kembali normal. Belum pernah terlaporkan efek samping yang serius. Selain itu, ada kontak yang diberikan bagi warga untuk mengeluhkan jika ada efek samping. Namun, tidak perlu dikhawatirkan, karena tergolong ringan untuk efeknya,” ujarnya.
Terkait kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atas vaksin Astrazeneca, Ketua Komnas KIPI, Hindra Irawan Satari, menjelaskan, dari laporan clinical trial fase 1, 2, dan 3, terdapat efek seperti sakit kepala, nyeri sendiri, demam sampai menggigil, lemas, maupun mual. Namun, gejala-gejala tersebut lebih menurun dan hilang ketika bertambah usia.
“Usia muda lebih rentan terhadap gejalanya, usia makin lanjut makin hilang gejalanya. Namun, gejala yang dialami itu tergolong ringan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan kejadian pembekuan darah seperti di Eropa. Frekuensi kejadiannya pun terbilang sangat jarang. “Kami berharap tidak ada laporan tersebut di Indonesia,” imbuhnya.
“Kedua jenis vaksin yang diberikan di Indonesia itu baik. Daya lindungnya sampai sekarang juga masih aman dan dapat digunakan, karena penelitian juga masih terus dilakukan. Jika ada keluhan, segera hubungi nomor kontak yang tertera pada kartu vaksinasi,” pungkasnya.
Sumber: BeritaSatu.com