Para pelaku beraksi sejak tahun 2019. “Dari tiga korban, kerugian sekitar Rp3 miliar. Bahkan dari informasi yang ada, korban-korban lain (merugi) kemungkinan mencapai Rp36 miliar,” ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helmy Santika di Mabes Polri, Rabu (2/6/2021).
Polisi pun menyita barang bukti seperti 9.800 lembar pecahan 5.000 Won, 2.100 lembar pecahan 1 juta Euro, 2.600 lembar pecahan 100 dolar Amerika, 100 lembar obligasi pecahan Rp1 triliun, 200 lembar obligasi pecahan Rp1.000, pecahan Rp1 juta mencapai 300 lembar, pecahan Rp5.000 ada 100 lembar, dan 2.000 lembar pecahan Rp1 juta triliun.
“Ini yang digunakan sebagai alat untuk beraksi. Para pelaku menjanjikan bahwa ini (obligasi) bisa dicairkan. Untuk bisa mencairkan ini beberapa kali, para pelaku meminta sejumlah uang (guna) alasan pengurusan administrasi,” kata Helmy.
Kini polisi masih melakukan mengembangkan perkara untuk mencari tahu apakah ada pihak lain yang ikut serta dalam perkara ini.
J dan A diduga menggunakan uang hasil penipuan itu untuk membeli aset pribadi seperti kendaraan. Polisi juga menggandeng Otoritas Jasa Keuangan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk mengusut perkara ini.
Para tersangka dijerat Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP, Pasal 345 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.