Site icon MediaBerita

Alat Rapid Test Ilegal di Jateng Terbongkar, Omzetnya Rp 2,8 M

Semarang – Seorang pria berinisial SPM (34) diamankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah karena menjual alat rapid test antigen ilegal. Beraksi selama 5 bulan, pria itu memiliki omzet Rp 2,8 miliar.

Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan pria tersebut sudah melakukan aksinya sejak Oktober 2020 hingga Februari 2021. Dalam waktu satu sampai dua minggu pelaku bisa menjual 300-400 boks alat rapid tes antigen.

“Dia melakukan aksinya dengan keuntungan (kotor) Rp 2,8 miliar. Dia lebih murah karena tidak punya izin edar,” kata Luthfi di kantor Dit Krimsus Polda Jateng, Rabu (5/5).

Pengungkapan berawal bulan Januari lalu ketika ada informasi peredaran alat rapid tes antigen yang tidak berizin atau ilegal di kawasan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Penyelidikan kemudian dilakukan termasuk dengan undercover buy atau berpura-pura menjadi pembeli. Polisi mendapati kurir membawa 25 boks yang masing-masing berisi 25 alat rapid test ilegal tanpa izin edar.

Dari hasil undercover buy itu kemudian ditelusuri dan dilakukan penggeledahan oleh Kasubdit I Indagasi Dit Krimsus Polda Jateng, AKBP Asep Muludin dan timnya di sebuah rumah yang juga dijadikan gudang oleh di Jalan Perak, Kwaron, Kecamatan Genuk Kota Semarang.

“Sebanyak 450 pack kita amankan. Dia (pelaku) mencari keuntungan. TKP di wilayah Genuk, Semarang,” jelasnya.

Sejumlah barang yang diamankan antara lain tiga merek alat rapid test antigen yang diduga tanpa izin edar yaitu ‘Clungene’, ‘Hightop’, dan ‘Speedchek’. Selain itu ada juga beberapa benda yang tidak memiliki izin edar berupa pulse oximeter, oximeter IP22, dan 59 pack masing-masing berisi 100 pcs stik swab.

“Kalau tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan. Palsu dan tidak perlu penyelidikan lebih dalam. Jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan,” jelas Kapolda.

Lutfi mengatakan alat tes rapid antigen itu sudah sempat diedarkan di beberapa daerah di Jawa Tengah. Bahkan sempat juga dijual di klinik dan rumah sakit. Namun pihak Polda Jateng tidak menjelaskan klinik dan rumah sakit mana saja yang membelinya.

“Diedarkan di wilayah Jateng, di masyarakat umum biasa, klinik dan rumah sakit. Merugikan tatanan kesehatan,” imbuh Luthfi.

Direktur Reserse Kriminalisasi Khusus Polda Jateng, Kombes Johanson Ronald Simamora menambahkan pelaku merupakan distributor dan sales wilayah Jawa Tengah. Ia memiliki rekan atau pimpinan di Jakarta sebagai kantor pusat yang mendistribusikan barang-barang tersebut ke Jateng.

“Dia distributor, sales, mencari pasar. Ada pasar dia menghubungi Jakarta kemudian didistribusikan ke sini,” jelas Johanson. “(Peredarannya) Wilayah Jateng ada Pekalongan, Semarang dan luar daerah,” imbuhnya.

Soal pengembangan kasus tersebut, dimungkinkan tersangka akan bertambah yaitu pimpinan distributor alat rapid test ilegal tersebut yang berada di Jakarta.

“Kemungkinan rencana dirut akan tetapkan jadi tersangka. Kita betul-betul konsen pada masalah alkes,” tegasnya.

Pelaku dijerat pasal 197 UU RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan sebagaimana diubah dalam pasal 60 angka 10 UU Cipta Kerja dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda 1,5 miliar. Kemudian untuk UU Perlindungan Konsumen, dia dijerat dengan pasal 62 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.

(alg/mbr)

Exit mobile version