Kasus siswi nonmuslim dipaksa berjilbab menambah jumlah kasus-kasus intoleran di sekolah yang sebelumnya pernah terjadi. Sebelumnya, ada kasus mengarahkan untuk memilih calon ketua OSIS muslim di DKI Jakarta.
Kasus soal pemilihan ketua OSIS muslim, bermula dari pesan guru TS kepada murid-muridnya yang viral di media sosial. Guru TS meminta murid-murid dalam grup WA Rohis 58 memilih paslon 3 dalam pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS karena beragama Islam.
“Assalamualaikum…hati2 memilih ketua OSIS Paslon 1 dan 2 Calon non Islam…jd ttp walau bagaimana kita mayoritas hrs punya ketua yg se Aqidah dgn kita,” demikian pesan guru TS dalam tangkapan layar grup WA ‘Rohis 58’ yang beredar di media sosial.
“Mohon doa dan dukungannya untuk Paslon 3, Mohon doa dan dukungannya utk Paslon 3, Awas Rohis jgn ada yg jd pengkhianat ya,” ucap TS dalam grup WhatsApp bernama Rohis 58.
Kepala SMA Negeri 58 Jakarta telah memanggil dan menegur guru yang mengajak murid-muridnya memilih ketua OSIS seagama itu. Kepsek menilai guru tersebut teledor sehingga pesannya ke murid-murid tersebar viral.
“Kejadiannya itu hari Kamis, 22 Oktober, kemudian tanggal 23 Oktober langsung saya panggil karena dapat aduan orang tua, ada di Twitter,” kata Kepala SMAN 58 Dwi Arsono kepada detikcom, Rabu (28/10/2020).
Wakil Ketua DPRD DKI, Zita Anjani angkat suara. Dia mengingatkan asas sekolah negeri adalah Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.
“Saya juga beri imbauan untuk semua Guru, khususnya di sekolah negeri. Jangan sampai salah kaprah, sekolah Negeri itu basisnya Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila, bukan sekolah berbasis agama tertentu,” kata Zita menanggapi kejadian itu, disampaikannya kepada wartawan, Kamis (29/10/2020).
Lihat kasus aturan siswi nonmuslim memakai jilbab di halaman selanjutnya.