Jakarta – Kehadiran AstraZeneca menuai polemik di banyak negara sampai-sampai penggunaannya pun ditangguhkan. Tapi seberapa efikasi vaksin COVID-19 yang berasal dari Inggris ini dan bagaimana implikasinya?
Vaksin ini merupakan hasil kolaborasi Universitas Oxford dan perusahaan farmasi AstraZeneca. Pemerintah Inggris memberikan izin penggunaannya pada 30 Desember 2020 lalu.
Salah satu keunggulan vaksin AstraZeneca dapat disimpan pada suhu lemari es. Ini tentunya bakal memudahkan pendistribusiannya. Karena itu sebanyak 50 negara telah menyetujui menggunakan vaksin ini, termasuk Indonesia.
Bahkan vaksin ini diproyeksikan akan didistribusikan ke 145 negara melalui COVAX, program pengadaan vaksin bersama secara global oleh WHO.
Hanya saja banyak persoalan yang kemudian menghadang. Di Tanah Air, vaksin AstraZeneca dihadapkan persoalan haram dan halal. Sementara di negara lain banyak mempertanyakan efikasinya karena sejumlah laporan menyebut vaksin ini kurang ampuh melawan virus mutasi.
Tak hanya itu, ada pula yang menyebut vaksin AstraZeneca punya efek samping pembekuan darah setelah penyuntikan. Ditambah lagi dugaan peningkatan risiko pengentalan darah dan akurasi data uji coba.
Menjawab polemik tersebut, vaksin AstraZeneca memperbarui data uji coba ketiga vaksin Corona. Hasilnya vaksin tersebut 76% efektif mencegah kasus Corona bergejala. Mereka juga menyatakan vaksin 100% efektif mencegah penyakit parah karena COVID-19 dan rawat inap.
Efikasi vaksin tersebut menurun dibandingkan laporan awal yang sebelumnya menyebutkan efikasi mencapai 79% mencegah kasus bergejala.
Soal ini AstraZeneca mengatakan data yang didapat dari laporan awal berdasarkan interim report atau analisis sementara, yang akan terus diupdate hasilnya.
Dipaparkan lebih detail, dalam data uji coba ketiga yang diperbarui, ada 190 kasus bergejala, di lebih dari 32.000 relawan di AS, Chile dan Peru. Ada peningkatan sekitar 50 kasus bergejala, dibandingkan dengan kumpulan data yang dirilis sebelumnya.
Halaman selanjutnya: Efikasi turun, apa artinya?