Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hari ini berkesempatan mengajar ribuan siswa-siswi SD-SMA yang berasal dari 342 sekolah di seluruh Indonesia. Dalam kesempatan itu dia mengajari pentingnya membayar pajak.
Sri Mulyani mengibaratkan suatu negara sebagai ‘rumah’ yang harus dijaga untuk bisa memenuhi segala kebutuhan warganya. Nah dengan penduduk Indonesia yang sangat banyak, dibutuhkan sumber pendanaan besar yang itu berasal dari pajak.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan bahwa pajak yang terkumpul juga manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat sendiri. Bagi yang tidak mampu, dibebaskan dari kewajiban ini sehingga terciptanya keadilan.
“Dari mulai kalian masak di rumah pakai gas LPG, kalau kalian keluar ada jalan raya, itu jalan rayanya dibangun melalui pendapatan pajak. Kalau nggak punya pendapatan, kalau Anda miskin ya nggak bayar (pajak), Anda dibantu negara, di situlah pentingnya pendapatan pajak,” kata Sri Mulyani dalam Kemenkeu Mengajar ke-6 secara virtual, Selasa (9/11/2021).
“Jadi itu semua kebaikan, tapi itu hanya bisa dilakukan kalau negara punya pendapatan terutama dari perpajakan,” tambahnya.
Pajak sendiri berasal dari pusat dan daerah yang bersumber dari sumber daya alam, gaji masyarakat, usaha besar hingga menengah. Besaran kewajiban membayar pajak akan disesuaikan dengan penghasilan masing-masing individu.
Dalam kesempatan itu juga Sri Mulyani menjelaskan reformasi di bidang perpajakan di mana salah satunya mengenai penyatuan NIK atau KTP dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk memudahkan pemerintah mendata masyarakat yang menjadi wajib pajak. Namun, bukan berarti semua yang memiliki KTP atau NPWP harus bayar pajak.
“Sering dikatakan ‘Bu saya ada NIK, berarti kalau saya punya NPWP harus bayar pajak? Nggak juga, kalau kalian belum bekerja kalian nggak bayar pajak,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa masyarakat yang bekerja saja tidak semua langsung dikenakan pajak. Hal itu dikarenakan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini ditetapkan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.
“Kalau saya kerjanya pendapatan cuma Rp 4 juta harus bayar pajak? Nggak juga karena Anda di bawah. ‘Kalau saya Rp 20 juta bayar pajak nggak?’ ya bayar. Ada hitungannya, kalau pendapatan Rp 100 juta ya bayarnya lebih gede. Kan adil ya, itu membangun apa yang disebut sama-sama,” tandasnya.