Medialontar.com – Definisi hipertensi atau tekanan darah tinggi kini mengalami perubahan. Jika sebelumnya seseorang baru dikategorikan memiliki tekanan darah tinggi ketika hasil pemeriksaan menunjukkan angka 140/90 milimeter merkuri (mmHg), kini ambang batas tersebut diturunkan menjadi 130/80 mmHg. Artinya, orang dengan tensi lebih dari 130/80 sudah tergolong hipertensi.
Penurunan ambang batas ini merujuk pada pedoman terbaru dari American Heart Association. Perubahan definisi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat karena risiko gangguan kesehatan dapat muncul lebih dini. Tekanan darah normal sebaiknya berada di bawah 130/80 mmHg agar risiko komplikasi tidak meningkat.
Kondisi hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” karena banyak orang tidak menyadari mereka mengalaminya. Tidak adanya gejala spesifik membuat sebagian besar penderita merasa sehat meski tekanan darahnya tinggi. Pandangan bahwa sakit kepala menjadi tanda utama hipertensi pun dianggap keliru, sebab penderita dapat saja tidak merasakan keluhan apa pun.
Melihat klasifikasi terbaru, hipertensi tahap pertama dimulai pada angka lebih dari 130/80 mmHg, sedangkan hipertensi tahap kedua ditetapkan pada tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Tekanan darah tinggi sendiri terjadi ketika tekanan aliran darah terhadap dinding pembuluh darah meningkat secara berlebihan. Kondisi ini bisa memicu gangguan serius, termasuk serangan jantung dan stroke.
Masalah tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia. Data di Amerika Serikat menunjukkan hampir separuh orang dewasa memiliki tekanan darah tinggi, bahkan banyak di antaranya yang tidak menyadari kondisinya. Karena itu, pemeriksaan rutin menjadi langkah penting untuk mendeteksi hipertensi sejak dini.
Selain berhubungan dengan penyakit jantung dan stroke, hipertensi juga berkaitan erat dengan gangguan ginjal. Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat memperburuk fungsi ginjal hingga menyebabkan gagal ginjal. Faktor risiko lain yang berperan antara lain diabetes, kolesterol tinggi, obesitas, konsumsi obat pereda nyeri, penggunaan jamu atau obat herbal, riwayat keluarga, kurang asupan cairan, serta proteinuria atau kebocoran ginjal.
Secara global, diabetes menjadi penyebab utama gagal ginjal dengan persentase sekitar 40 persen. Hipertensi berada di posisi kedua dengan angka sekitar 25 persen, disusul glomerulonephritis atau ginjal bocor sebesar 15 persen. Sementara itu, penyebab lainnya seperti batu ginjal, kista ginjal, penggunaan obat-obatan tertentu, kanker, serta infeksi menyumbang sekitar 20 persen kasus gagal ginjal.
Penyebab gagal ginjal ini juga memiliki pola berdasarkan usia. Hipertensi dan diabetes umumnya memicu gagal ginjal pada kelompok usia di atas 40 tahun karena proses kerusakan organ berlangsung perlahan dalam kurun waktu panjang, bisa mencapai puluhan tahun. Adapun glomerulonephritis dapat menyerang semua usia, termasuk anak-anak, yang pada akhirnya membutuhkan perawatan cuci darah.
Dengan perubahan definisi hipertensi, masyarakat diharapkan lebih waspada dan rutin memeriksa tekanan darah. Upaya pencegahan seperti menjaga pola makan sehat, berolahraga teratur, membatasi konsumsi garam, serta menghindari rokok dan alkohol menjadi langkah penting untuk menekan angka penderita hipertensi sekaligus mengurangi risiko gagal ginjal.